“Tita, cepat kemari. Raka dan Putra sudah
datang “ teriak ibu ku di sela aku menyisipkan dasi di kerah seragam abu-abu
pituh ku.
Aku pun
segera melangkahkan kakiku menuruni anak tangga dan menuju ke ruang tamu.
Seperti biasa, aku, Raka dan Putra selalu berangkat menuju ke sekolah
bersama-sama. Raka pun berjalan menuju ke mobilnya dan segera melajukan mesin
mobilnya. Kami sudah besahabat sejak smp, dan kali ini kami disatukan kembali
meneruskan SMA satu sekola. Sosok Raka dan Putra pun sudah sangat ku kenali.
Watak mereka masing-masing dan ciri khas mereka pun sudah sangat biasa bagiku.
##
Setelah jam pelajaran usai, aku berjalan begitu
pelan menyusuri koridor kelas. Dengan nafas terengah-engah, ku hentikan
langkahku. Langkahku tak dapat ku lanjutkan, aku tidak dapat menatap jalan.
Hanya bayangan kabur yang ada di depanku. Hingga ku temukan tubuhku, menatap
sayup-sayup lampu yang mulai terang. Tubuhku terbaring lemah, dengan ikatan
selang di tangan kiriku. Ku lewati hariku dengan ikatan jarum dan selang di jemariku.
Sudah 1 minggu aku melewatkan pelajaran sekolaku. Kini, aku kembali mengikuti
pelajaran di sekola. Pagi ini, aku beranjak dari kasurku dan melakukan
aktivitas ku seperti. Sepulang sekola, ditengah perjalananku.
“Tita..”
panggil seorang gadis sebaya dengan ku. “iya” jawabku pelan dan berjuta
keheranan.
Seorang gadis sebaya dengan pakaian penuh noda
dengan memegang boneka dear laki-laki dan perempuan.
“kau
Tita ?”
“iya, kau siapa”
“Panggil
aku peri surga” jawabnya dengan pasti.
Aku pun mengajaknya duduk di bangku taman dekat
sekola. Ia menceritakan kisah hidupnya yang begitu menyesakkan hati. Seorang
gadis yang sebaya denganku, sudah hidup seorang diri ditengah ramainya dan
sulitnya hidup di tengah-tengah kota. Ibunya sudah lama meninggalkan ia dan ayahnya
di dunia ini. Setelah di tinggal ibunya, hanya ia dan ayahnya yang berjuang
melewati sulitnya kehidupan di tengah-tengah kota ini.
Tapi, sosok ayah yang
hanya menemani dirinya di tengah kota ini, malh lari dari kenyataan dan
meninggalkannya. Ayahnya menikah dengan seseorang yang hidupnya serba
berkecukupan.
“lantas. Apa kau tak mendatangi ayahmu?”
tanyaku dengan bimbang.
“bagaimana mungkin aku mendatanginya. Aku
pernah bertemu dengan nya dan istri barunya. Lantas, apa yang diucapkan . ia
hanya mencaci maki ku dengan sejuta penghinaan. Katanya, aku hanya sial dan
sampah baginya. Aku bukan anaknya.” Jawab gadis itu .
“bagaimana mungkin kau hidup berjuang di
tengah kota dan hanya seoranng diri?” tanyaku dengan menghapus haru yang
berlinang di pipiku.
“jangan
kau tanyakan itu. Aku masi punya raga yang utuh. Selagi aku masi bisa berjuang,
aku tak ingin mengulurkan tanganku dengan sendu-sendu ke orang lain”. “kau
begitu hebat, aku salut dengan mu. “Maukah kau berteman dengan ku” tanyaku
dengan harap pasti.
“apa kau tak malu berteman dengan gadis
compang-camping sepertiku?”
“apa
yang perlu di permalukan ? kita sama di ciptakan tuhan. Di mata tuhan semua
sama. Ayolah, kau mau tidak ?” paksaku.
“dengan
senang hati”.
“apa yang kau bawa di genggaman jarimu peri
surga ? sepasang boneka dear ?”
“iya. Hanya sepasang boneka dear ini, yang
menemaniku selama ini. Tapi sekarang boneka ini untuk mu, kau teman baik ku
kini. Terimalah boneka ini”.
Ku raih boneka itu dengan pelan yang tergenggam
erat di tangan gadis itu. Sejak saat itu. Aku dan gadis yang ku kenal dengan
sebutan peri surga itu berteman dengan akrab. Sepulang sekolah, selalu ku
sempatkan waktuku untuk berkunjung ke taman sekola. Kebiasaan itu pun berjalan
sangant lama. Selalu ku sisipkan bekal makan ku, dan sepulang sekolah aku
menghabiskan nya dengan gadis peri surga itu.
##
“Tita”
panggil mama ku di sela waktu istirahtku.
“iya ma. Ada apa ?”
“bantu mama menyelesaikan tugas mama. Mau tidak
tit ?”
“ahh mama. Iya dehh”.
Setelah tugas terselesaikan. Aku membereskan berkas-berkas
tugas kantor mama dan meletakkanya di laci kerja mama. Selembar amplop besar
pun melayang dan terjatuh di lantai. Setahap demi setahap , berkas-berkas itu
telah tersusun rapi. Ku ambil selembar amplop coklat yang terjatuh di lantai.
Aku memandang amplop itu dengan penuh rasa heran, dengan sampul coklat yang
berbeda dengan berkas-berkas mama yang lain. Aku pun membukanya, hanya untuk
mengetahui seketika. Aku memandang isi kertas itu, seketika air mataku
berlinang membasahi amlplop coklat itu. Segera ku beraskan amplop itu dan
kembali meletakkanya di meja kerja mama. Malam itu, aku menghabiskan malam
dengan tetesan beribu air mata yang berlinang. Tak tahu, entah berapa air mata
yang menetes. Aku berharap mimpi yang tak pasti. Semua itu terbongkar seketika
karena hati penasaranku dengan amplop coklat yang ku genggam tadi. Sungguh
ironis, aku di nyatakan positif terkena kanker. Seketika itu, ragaku sungguh
tak bernyawa. Semua yang di sembunyikan mama ku telah terbongkar seketika. aku
tak berani berkata, ku biarkan semua ini berjalan apa adanya.
##
Hari
ini, aku bergegas merapikan buku-buku ku yang berserakan di meja kelas. Aku
segera beranjak menuju taman dekat sekolah.
“Tita Tita” panggil Raka dan Putra.
“iya” jawabku.
“Pulang bareng yuk” sahut Raka.
“Ahh tidak deh, aku mau ke taman dekat sekola
dulu Raka. Kalian berdua ikut aku ya? Aku mau kenalin ke kalian sahabat
baruku”.
“Sahabat siapa tit?” tanya Putra kebingungan.
“Sahabat baruku put. Ayoo ikut aku” ajak ku
dengan nada pelan.
Kami pun beranjak keluar kelas dan melwati
koridor-koridor sekolah yang sudah sepi. Gadis sebaya itu sudah duduk di bangku
taman dekat sekola.
“Itu sahabat baruku”.
“Mana sih tit ? gaada siapa-siapa kok” tanya
Putra memandangi sudut-sudut taman yang sepi tak ada seorang pun.
“Itu Putra. Yang duduk di bangku taman” jawabku
paksa.
“Udah lah tit, kita gak lihat kok. Halusinasi
kamu saja mungkin” sahut Raka dengan pasti.
Raka dan Putra pun beranjak meningglkanku. Aku
masi tetap terdiam terpaku seorang diri, ku dekati gadis itu. Sekejap gadis itu
menghilang tak tahu kemana.
##
Sepulang
sekolah, seperti biasanya. Ku luangkan waktuku untuk datang ke taman sekolah.
Tapi, tak ku dapati gadis sebaya itu di taman dekat sekola. Dan akhirnya, aku
pun bernjak melangkahkan kaki ku untuk kembali pulang ke rumah. Langkahku belum
terjangkau di rumah, sudah kurasakan pusing tak henti-henti. Hingga ku dapati
tubuhku terbaring lemah di rumah sakit. Aku beranjak bangkit dari kasurku dan
meraih gelas yang ada di meja dekat kasurku. Gelas itu tak tersentuh, aku tak
dapat meraihnya. Sudah ku raihkan tanganku untuk memegang gelas itu. Tapi tak
sanggup jua aku memegangnya. Hingga gadis se baya yang ku panggil peri surga
itu, muncul dihadapanku.
“kenapa kau disini” tanyaku heran.
“ayo kawan. Kita bermain bersama lagi.
Aku dan kau kini ada di dunia lain. Berbeda
dengan sahabatmu dan ibu mu.
“apa
yang kau katakan? Aku tak tahu”.
Raka dan
Putra pun memasuki kamarku dengan mata yang dibasahi air mata. Aku pun
mendekati Raka dan Putra, berusaha meraih pundak mereka. Aku tak sanggup
melakukan itu. Terpaku aku melihat tubuhku yang terbaring lemah dengan selang
dihidungku dan tempelan selang di dada ku. Air mataku pun berlinang, tak
sanggup aku menatap mama, Raka dan Putra yang bersendu sendu di tubuhku yang
terbaring lemah. Sejuta pertanyaan meliputi diriku, hingga aku di temui
seseorang yang menatap ku dengan tatapan kosong dan meraih tanganku dengan
senyuman.
“siapa kau” tanyaku.
“mari, ikut dengan ku. Ini bukan tempatmu lagi.
Dunia kau sudah berbeda”.
--SELESAI--