Senin, 12 Maret 2012

Aku dan gadis khayalku


“Tita, cepat kemari. Raka dan Putra sudah datang “ teriak ibu ku di sela aku menyisipkan dasi di kerah seragam abu-abu pituh ku.
Aku pun segera melangkahkan kakiku menuruni anak tangga dan menuju ke ruang tamu. Seperti biasa, aku, Raka dan Putra selalu berangkat menuju ke sekolah bersama-sama. Raka pun berjalan menuju ke mobilnya dan segera melajukan mesin mobilnya. Kami sudah besahabat sejak smp, dan kali ini kami disatukan kembali meneruskan SMA satu sekola. Sosok Raka dan Putra pun sudah sangat ku kenali. Watak mereka masing-masing dan ciri khas mereka pun sudah sangat biasa bagiku.
 ##

Setelah jam pelajaran usai, aku berjalan begitu pelan menyusuri koridor kelas. Dengan nafas terengah-engah, ku hentikan langkahku. Langkahku tak dapat ku lanjutkan, aku tidak dapat menatap jalan. Hanya bayangan kabur yang ada di depanku. Hingga ku temukan tubuhku, menatap sayup-sayup lampu yang mulai terang. Tubuhku terbaring lemah, dengan ikatan selang di tangan kiriku. Ku lewati hariku dengan ikatan jarum dan selang di jemariku. Sudah 1 minggu aku melewatkan pelajaran sekolaku. Kini, aku kembali mengikuti pelajaran di sekola. Pagi ini, aku beranjak dari kasurku dan melakukan aktivitas ku seperti. Sepulang sekola, ditengah perjalananku.
“Tita..” panggil seorang gadis sebaya dengan ku. “iya” jawabku pelan dan berjuta keheranan.
Seorang gadis sebaya dengan pakaian penuh noda dengan memegang boneka dear laki-laki dan perempuan.
“kau Tita ?”
“iya, kau siapa”
“Panggil aku peri surga” jawabnya dengan pasti.

Aku pun mengajaknya duduk di bangku taman dekat sekola. Ia menceritakan kisah hidupnya yang begitu menyesakkan hati. Seorang gadis yang sebaya denganku, sudah hidup seorang diri ditengah ramainya dan sulitnya hidup di tengah-tengah kota. Ibunya sudah lama meninggalkan ia dan ayahnya di dunia ini. Setelah di tinggal ibunya, hanya ia dan ayahnya yang berjuang melewati sulitnya kehidupan di tengah-tengah kota ini. 



Tapi, sosok ayah yang hanya menemani dirinya di tengah kota ini, malh lari dari kenyataan dan meninggalkannya. Ayahnya menikah dengan seseorang yang hidupnya serba berkecukupan.
“lantas. Apa kau tak mendatangi ayahmu?” tanyaku dengan bimbang.
“bagaimana mungkin aku mendatanginya. Aku pernah bertemu dengan nya dan istri barunya. Lantas, apa yang diucapkan . ia hanya mencaci maki ku dengan sejuta penghinaan. Katanya, aku hanya sial dan sampah baginya. Aku bukan anaknya.” Jawab gadis itu .
“bagaimana mungkin kau hidup berjuang di tengah kota dan hanya seoranng diri?” tanyaku dengan menghapus haru yang berlinang di pipiku.
“jangan kau tanyakan itu. Aku masi punya raga yang utuh. Selagi aku masi bisa berjuang, aku tak ingin mengulurkan tanganku dengan sendu-sendu ke orang lain”. “kau begitu hebat, aku salut dengan mu. “Maukah kau berteman dengan ku” tanyaku dengan harap pasti.
“apa kau tak malu berteman dengan gadis compang-camping sepertiku?”
“apa yang perlu di permalukan ? kita sama di ciptakan tuhan. Di mata tuhan semua sama. Ayolah, kau mau tidak ?” paksaku.
“dengan senang hati”.
“apa yang kau bawa di genggaman jarimu peri surga ? sepasang boneka dear ?”
“iya. Hanya sepasang boneka dear ini, yang menemaniku selama ini. Tapi sekarang boneka ini untuk mu, kau teman baik ku kini. Terimalah boneka ini”.

Ku raih boneka itu dengan pelan yang tergenggam erat di tangan gadis itu. Sejak saat itu. Aku dan gadis yang ku kenal dengan sebutan peri surga itu berteman dengan akrab. Sepulang sekolah, selalu ku sempatkan waktuku untuk berkunjung ke taman sekola. Kebiasaan itu pun berjalan sangant lama. Selalu ku sisipkan bekal makan ku, dan sepulang sekolah aku menghabiskan nya dengan gadis peri surga itu.
 ##

“Tita” panggil mama ku di sela waktu istirahtku.
“iya ma. Ada apa ?”
“bantu mama menyelesaikan tugas mama. Mau tidak tit ?”
“ahh mama. Iya dehh”.
Setelah tugas terselesaikan. Aku membereskan berkas-berkas tugas kantor mama dan meletakkanya di laci kerja mama. Selembar amplop besar pun melayang dan terjatuh di lantai. Setahap demi setahap , berkas-berkas itu telah tersusun rapi. Ku ambil selembar amplop coklat yang terjatuh di lantai. Aku memandang amplop itu dengan penuh rasa heran, dengan sampul coklat yang berbeda dengan berkas-berkas mama yang lain. Aku pun membukanya, hanya untuk mengetahui seketika. Aku memandang isi kertas itu, seketika air mataku berlinang membasahi amlplop coklat itu. Segera ku beraskan amplop itu dan kembali meletakkanya di meja kerja mama. Malam itu, aku menghabiskan malam dengan tetesan beribu air mata yang berlinang. Tak tahu, entah berapa air mata yang menetes. Aku berharap mimpi yang tak pasti. Semua itu terbongkar seketika karena hati penasaranku dengan amplop coklat yang ku genggam tadi. Sungguh ironis, aku di nyatakan positif terkena kanker. Seketika itu, ragaku sungguh tak bernyawa. Semua yang di sembunyikan mama ku telah terbongkar seketika. aku tak berani berkata, ku biarkan semua ini berjalan apa adanya.
 ##

 Hari ini, aku bergegas merapikan buku-buku ku yang berserakan di meja kelas. Aku segera beranjak menuju taman dekat sekolah.
“Tita Tita” panggil Raka dan Putra.
“iya” jawabku.
“Pulang bareng yuk” sahut Raka.
“Ahh tidak deh, aku mau ke taman dekat sekola dulu Raka. Kalian berdua ikut aku ya? Aku mau kenalin ke kalian sahabat baruku”.
“Sahabat siapa tit?” tanya Putra kebingungan.
“Sahabat baruku put. Ayoo ikut aku” ajak ku dengan nada pelan.
Kami pun beranjak keluar kelas dan melwati koridor-koridor sekolah yang sudah sepi. Gadis sebaya itu sudah duduk di bangku taman dekat sekola.
“Itu sahabat baruku”.
“Mana sih tit ? gaada siapa-siapa kok” tanya Putra memandangi sudut-sudut taman yang sepi tak ada seorang pun.
“Itu Putra. Yang duduk di bangku taman” jawabku paksa.
“Udah lah tit, kita gak lihat kok. Halusinasi kamu saja mungkin” sahut Raka dengan pasti.
Raka dan Putra pun beranjak meningglkanku. Aku masi tetap terdiam terpaku seorang diri, ku dekati gadis itu. Sekejap gadis itu menghilang tak tahu kemana.
##

Sepulang sekolah, seperti biasanya. Ku luangkan waktuku untuk datang ke taman sekolah. Tapi, tak ku dapati gadis sebaya itu di taman dekat sekola. Dan akhirnya, aku pun bernjak melangkahkan kaki ku untuk kembali pulang ke rumah. Langkahku belum terjangkau di rumah, sudah kurasakan pusing tak henti-henti. Hingga ku dapati tubuhku terbaring lemah di rumah sakit. Aku beranjak bangkit dari kasurku dan meraih gelas yang ada di meja dekat kasurku. Gelas itu tak tersentuh, aku tak dapat meraihnya. Sudah ku raihkan tanganku untuk memegang gelas itu. Tapi tak sanggup jua aku memegangnya. Hingga gadis se baya yang ku panggil peri surga itu, muncul dihadapanku.
“kenapa kau disini” tanyaku heran.
“ayo kawan. Kita bermain bersama lagi.
Aku dan kau kini ada di dunia lain. Berbeda dengan sahabatmu dan ibu mu.
“apa yang kau katakan? Aku tak tahu”.

Raka dan Putra pun memasuki kamarku dengan mata yang dibasahi air mata. Aku pun mendekati Raka dan Putra, berusaha meraih pundak mereka. Aku tak sanggup melakukan itu. Terpaku aku melihat tubuhku yang terbaring lemah dengan selang dihidungku dan tempelan selang di dada ku. Air mataku pun berlinang, tak sanggup aku menatap mama, Raka dan Putra yang bersendu sendu di tubuhku yang terbaring lemah. Sejuta pertanyaan meliputi diriku, hingga aku di temui seseorang yang menatap ku dengan tatapan kosong dan meraih tanganku dengan senyuman.
“siapa kau” tanyaku.
“mari, ikut dengan ku. Ini bukan tempatmu lagi. Dunia kau sudah berbeda”.
--SELESAI--

3 komentar: